SEJARAH DESA DEMO

Kabupaten Ciamis (dikenal dengan Galuh) adalah sebuah wilayah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Ciamis. Kabupaten ini berada di bagian tenggara Jawa Barat, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan di utara, Kabupaten Cilacap dan Kota Banjar di timur, Kabupaten Pangandaran dan Kabupaten Tasikmalaya di selatan, serta Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya di barat.


Kecamatan Banjar, yang dulunya bagian dari Kabupaten Ciamis, ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif, dan sejak tanggal 11 Desember 2002 ditetapkan menjadi kota, yang terpisah dari Kabupaten Ciamis. Selain itu, bagian selatan Kabupaten Ciamis mengalami pemekaran pada tanggal 25 Oktober 2012 menjadi Kabupaten Pangandaran yang memiliki 10 Kecamatan.


Sejarah


Menurut sejarawan W.J Van der Meulen, Pusat Kerajaan Galuh, yaitu disekitar Kawali (Kabupaten Ciamis sekarang). Dalam Bahasa Sanskerta, kata "galuh" menunjukkan sejenis batu permata, dan juga biasa dipergunakan untuk menyebut putri raja yang sedang memerintah dan belum menikah. Sebagaimana riwayat Kota dan Kabupaten lain di Jawa Barat, sumber-sumber yang menceritakan asal usul suatu daerah pada umumnya tergolong tradisional yang mengandung unsur-unsur mitos, dongeng atau legenda disamping unsur yang bersifat historis.


Naskah-naskah ini antara lain Carios Wiwitan Raja-Raja di Pulo Jawa, Wawacan Sajarah Galuh, dan juga Naskah Sejarah Galuh bareng Galunggung, Ciung Wanara, Carita Waruga Guru, Sajarah Bogor. Naskah-naskah ini umumnya ditulis pada abad ke-18 hingga abad ke-19. Adapula naskah-naskah yang sezaman atau lebih mendekati zaman Kerajaan Galuh. Naskah-naskah tersebut, di antaranya Sanghyang Siksa Kandang Karesian, ditulis tahun 1518, ketika Kerajaan Sunda masih ada dan Carita Parahyangan, ditulis tahun 1580.


Berdirinya Galuh sebagai kerajaan, menurut naskah-naskah kelompok pertama tidak terlepas dari tokoh Ratu Galuh sebagai Ratu Pertama. Dalam laporan yang ditulis Tim Peneliti Sejarah Galuh (1972), terdapat berbagai nama kerajaan sebagai berikut:


- Kerajaan Galuh Sindula (menurut sumber lain, Kerajaan Bojong Galuh) yang berlokasi di Lakbok dan beribukota di Medang Gili (tahun 78 Masehi);


- Kerajaan Galuh Rahyang berlokasi di Brebes dengan ibukota di Medang Pangramesan;


- Kerajaan Galuh Kalangon berlokasi di Reban, beribukota di Medang Pangramesan;


- Kerajaan Galuh Lalean berlokasi di Cilacap beribukota di Medang Kamulan;


- Kerajaan Galuh Pataruman berlokasi di Banjarsari, beribukota di Banjar;


- Kerajaan Galuh Kalingga berlokasi di Bojongmengger, beribukota di Karangkamulyan;


- Kerajaan Galuh Tanduran atau Pangauban berlokasi di Pananjung, beribukota di Bagolo;


- Kerajaan Galuh Kumara berlokasi di Tegal beribukota di Medang Kamulan;


- Kerajaan Galuh Pakuan beribukota di Kawali;


- Kerajaan Pajajaran berlokasi di Bogor, beribukota di Pakuan;


- Kerajaan Galuh Pataka berlokasi di Nanggalacah, beribukota di Patakaharja;


- Kabupaten Galuh Nagara Tengah berlokasi di Cineam beribukota di Bojonglopang kemudian di Gunungtanjung;


- Kabupaten Galuh Imbanagara berlokasi di Barunay beribukota di Imbanagara;


- Kabupaten Galuh berlokasi di Cibatu, beribukota di Ciamis (sejak tahun 1812).


Untuk penelitian secara historis, kapan Kerajaan Galuh didirikan, dapat dilacak dari sumber-sumber sezaman berupa prasasti. Ada prasasti yang memuat nama "Galuh", meskipun nama tanpa disertai penjelasan tentang lokasi dan waktunya. Dalam Prasasti Berangka tahun 910, Raja Dyah Balitung disebut sebagai "Rakai Galuh".


Dalam Prasasti Siman berangka tahun 943 M, disebutkan bahwa "kadatwan rahyangta mdang bhumi mataram ingwatu galuh" menunjuk sebuah tempat di Watugaluh, dan Megaluh, Jawa Timur. Kemudian dalam sebuah Piagam Calcutta disebutkan bahwa para musuh penyerang Airlangga lari ke Galuh dan Barat, mereka dimusnahkan pada tahun 1031 Masehi.


Pada bagian Carita Parahyangan, disebutkan bahwa Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (1350-1357) berkedudukan di Kawali sebagai penguasa Kerajaan Sunda Galuh. Setelah menjadi raja selama 7 tahun, pergi ke Jawa terjadilah perang di Majapahit. Dari sumber lain diketahui bahwa Prabu Hayam Wuruk, yang baru naik takhta pada tahun 1350, meminta Putri Prabu Maharaja Linggabuanawisésa untuk menjadi istrinya.


Hanya saja, konon Patih Gajah Mada menghendaki Putri itu menjadi upeti. Raja Sunda tidak menerima sikap arogan Majapahit ini dan memilih berperang hingga gugur dalam peperangan di Bubak atau Bubat. Putranya yang bernama Prabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475) yang kala itu masih kecil.


Oleh karena itu kerajaan dipegang Hyang Bunisora Suradipati (1357-1371) beberapa waktu sebelum akhirnya diserahkan kepada Niskala Wastu Kancana ketika sudah dewasa. Keterangan mengenai Niskala Wastu Kancana, dapat diperjelas dengan bukti berupa Prasasti Kawali dan Prasasti Batutulis serta Prasasti Kebantenan.


Saat Niskala Wastu Kancana wafat, kerajaan sempat kembali terpecah 2 dalam pemerintahan anak-anaknya, yaitu Prabu Susuk Tunggal yang berkuasa di Pakuan dan Prabu Dewa Niskala yang berkuasa di Kawali. Sri Baduga Maharaja (1482-1521) menyatukan kembali Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Setelah runtuhnya Sunda Galuh oleh Kesultanan Banten, bekas kerajaan ini banyak disebut sebagai Kerajaan Pakuan Pajajaran.


Pada tahun 1595, Kerajaan Galuh jatuh ke tangan Senapati dari Mataram. Invasi Mataram ke Galuh semakin diperkuat pada masa Sultan Agung. Penguasa Galuh, Adipati Panaekan, diangkat menjadi Wedana Mataram dan cacah sebanyak 960 orang. Ketika Mataram merencanakan serangan terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628, massa Mataram di Priangan bersilang pendapat.


Rangga Gempol I dari Sumedang misalnya, menginginkan pertahanan diperkuat dahulu, sedangkan Dipati Ukur dari Tatar Ukur, menginginkan serangan segera dilakukan. Pertentangan terjadi juga di Galuh antara Adipati Panaekan dengan adik iparnya Dipati Kertabumi. Dalam perselisihan tersebut Adipati Panaekan terbunuh tahun 1625. Ia kemudian diganti putranya Mas Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Cineam.


Pada masa Dipati Imbanagara, ibukota Kabupaten Galuh dipindahkan dari Cineam ke Calingcing. Tetapi tidak lama kemudian dipindahkan ke Panyingkiran. Pada Tahun 1693, Bupati Sutadinata diangkat VOC sebagai Bupati Galuh menggantikan Angganaya. Pada tahun 1706, ia digantikan pula oleh Kusumadinata I (1706-1727).


Pada tahun 1914, Kabupaten Galuh dipimpin oleh Tumenggung Sastrawinata, yang notabene-nya bukan merupakan keturunan Bupati Galuh sebelumnya. Kemudian pada tahun 1915, Kabupaten Galuh dimasukkan ke Keresidenan Priangan, dan atas persetujuan Belanda, Tumenggung Sastrawinata secara resmi mengubah nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis. Belanda meresmikan perubahan tersebut pada 1 Januari 1916.


Penamaan Ciamis.


Pemerintah Kabupaten Ciamis dimasa kepemimpinan Bupati Ciamis Herdiat Sunarya memilki inisiatif untuk merubah kembali nama Ciamis menjadi Galuh. Berbagai proses pun telah ditempuh, diantaranya melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tokoh sejarahwan nasional, tokoh budayawan, tokoh politik dan seniman wilayah Jawa Barat.


Perubahan nama Kabupaten Ciamis menjadi nama Galuh dengan dasar bahwa Galuh mempunyai makna filosofis yang mendalam di masyarakat Kabupaten Ciamis. Sementara penamaan Kabupaten Ciamis sebagaian budayawan dan sejarahwan beranggapan bahwa hal tersebut tidak mendasar.